Selasa, 08 Januari 2013

Eksistensi Ilmu Pengetahuan

EKSISTENSI ILMU PENGETAHUAN
Pada mulanya ilmu pengetahuan itu hanya ada satu, yaitu filsafat. Kenyataan ini bisa dilihat pada predikat yang masih disandang sampai dewasa ini, yaitu filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan. Predikat yang demikian bukanlah diberikan semaunya saja, melainkan memang mengandung arti bahwa pada induknya (filsafat),ilmu pengetahuan itu mencakupi segala macam jenis obyek materi dalam satu kesatuan. Keaneka ragaman obyek itu dipandang dari sudut yang sama, yaitu sudut pandang atau obyek forma yang menyeluruh. Akibat dari padanya adalah menghasilkan pengetahuan yang benar secara universal pula, jadi kebenaran universal. Jadi pada mulanya, ilmu pengetahuan itu kepentingan hanya terhadap pengetahuan yang benar secara universal mengenai segala sesuatu yang ada.
Bagi manusia pengetahuan yang demikian adalah benar-benar merupakan suatu kebutuhan yang amat berguna. Adapaun kegunannya adalah untuk memperluas pandangan atau wawasan yang kemudian dapat membentuk suatu pandangan hidup atau filsafat hidup. Dengan filsafat hidup, maka manusia berarti dapat memahami dirinya (substansinya) dalam hidup dan kehidupannya. Jika demikian halnya, maka berarti manusia akan lebih mengetahui tujuan hidup kemana ia harus mengarahkan hidup dan kehidupannya itu. Dengan adanya tujuan hidup inilah manusia dapat menciptakan pedoman hidup,sikap hidup, dan tingkah laku sehari-hari.
Akan tetapi, filsafat hidup itu seringkali justru berbenturan dengan realitas kehidupan sehari-hari. Menolong orang lain adalah suatu bentuk filsafat hidup yang baik. Tetapi teryata tidak setiap perilaku menolong itu bisa membuahkan kebaikan. Karena bisa saja menolong justru mengembangkan sifat pemalas. Kiranya, penerapan filsafat hidup itu harus mempertimbangkan ketepatan sasaran obyek. Menolong orang lain harus mempertimbangkan secara bijak, apakah orang lain itu memang memerlukan pertolongan atau tidak. Jadi penerapan filsafat hidup seharusnya mempertimbangkan relevansinya dengan keadaan nyata (realt condition), harus ada hubungan kausal.
Jadi dengan demikian dapatlah dipahami bahwa sesungguhnya pengetahuan yang benar secara universal diperlukan oleh manusia dalam rangka menentukan dasar dan tujuan hidup secara menyeluruh, yang bersifat prinsipial dan cenderung tetap tidak berubah-ubah. Hal itu pengting agar kehidupan manusia tidak terombang-ambingkan oleh pluralitas kebutuhan yang serba bergerak dan berubah-ubah setiap hari.
Oleh sebab itu dapatlah disimpulkan bahwa di dalam kehidupannya, manusia mutlak membutuhkan dua hal yaitu pengetahuan yang benar secara umum universal dan sekaligus pengetahuan secara khusus parsial. Dengan demikian mulai nampaklah duduk perkaranya mengapa ilmu pengetahuan itu cenderung menjadi khusus dan terpecah-pecah serta praktik teknologi. Karena pada dasarnya pengetahuan umum universal (philosopys) teryata tidak mampu menjawab masalah-masalah konkret keseharian seperti kebutuhan makanan, minuman, pakaian, perumahan dan peralatan hidup lainnya.
Adapun kebenaran mengenai kecenderungan pluralitas ilmu pengetahuan seperti apa yang telah disimpulkan tersebut, dapat diterangkan secara lebih detail menurut dua cara sebagai berikut.
Pertama, dapat ditinjau dari segi manusia sebagai ilmu pengetahuan itu sendiri, Di dalam diri manusia terdapat suatu kodrat yaitu adanya kecenderungan ingin tahu. Kecenderungan ingin tahu tersebut adalah mengenai hal apa saja secara benar dan jelas, mulai dari taraf yang paling abstrak, umum dan universal sampai pada taraf yang khusus dan sekonkrit-konkritnya, mulai dari paling filosofis, teoritis, sampai pada yang paling praktis dan teknis.
Kodrat manusia yang demikian itu sesuai benar dengan perkembangan hidup dan kehidupannya. Pada mulanya, kebutuhan manusia itu bersifat sangat sederhana, tetapi semakin lama semakin menjadi kompleks. Apabila dahulu kebutuhan akan makanan, minuman, pakaian dan perumahan dapat disediakan dengan cara bergantung sepenuhnya kepada alam dengan sumber dayanya, tetapi teryata dalam perkembangan selanjutnya amat ditentukan oleh kemampuan pemikiran dan kreativitas. Adapun kemampuan berpikir dan kreativitas yang dimaksud adalah sejauh mana keberhasilan membudidayakan alam yang sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kemudahan bagi upaya mencukupi segala macam kebutuhan.     
       Jadi nampaklah adanya suatu dialektika di dalam perkembangan hidup dan kehidupan manusia.Yaitu antara perkembangan kebutuhan hidup dan perkembangan alam pikiran manusia itu sendiri.
Kebutuhan hidup manusia yang ternyata bergerak baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Menuntut pengetahuan-pengetahuan yang semakin plural dan berkembang semakin metodologis sistematik.Lebih dari  pada itu, dari pengetahuan yang demikian selanjutnya ditingkatkan menjadi pengetahuan-pengetahuan yang bersifat lebih teknis.
Kebutuhan akan pengetahuan yang demikian itu, lebih jelas dapat dilihat pada sejarah perkembangan manusia. Pada mulanya alam pikiran dan kebudayaan manusia itu mitologis. Ketika itu, kehidupan manusia amat dimanjakan oleh alam dengan sumber dayanya yang cukup melimpah. Karena itulah manusia memang masih terlalu sedikit. Hubungan antara manusia dengan alamnya sangat erat dan akrab, bahkan tidak ada jarak sama sekali. Suka manusia yang demikian itu disebabkan karena alam mampu sepenuhnya menjadi tumpuan hidup dan kehidupannya. Terhadap keadaan ini para ahli mempredikati bahwa manusia berada didalam alam, dalam artian tunduk dan patuh terhadap alam dengan sumber dayanya dan hokum-hukumnya. Lihatlah pada kehidupan primitif yang nomaden, dimana alam berkedudukan menentukan bagi manusia, alam sebagai subyek.
Selanjutnya, ketika jumlah manusia semakin banyak, manusia mulai bergeser pikirannya dan mulai mengambil jarak dengan alam.Alam pikiran dan kebudayaan yang mitologis berubah menjadi filosofis. Di dalam alam pikiran yang demikian, alam dihadapi sebagai obyek, bukan sebagai subyek lagi.Manusia mulai mencari rahasia-rahasia alam, apa yang menjadi inti atau hakikat alam itu sebenarnya.Demikianlah ditemukan bahwa alam yang sebenarnya bukanlah sesuatu yang begitu spiritual  yang memilki kekuatan hebat sehingga harus tunduk dan patuh terhadapnya, melainkan hanyalah sesuatu yang material belaka yang berkedudukan di bawah manusia(manusia adalah makhluk spiritual). Lihatlah perkembangan alam pikiran filosof Yunani kuno yang pada umumnya menyimpulkan bahwa hakikat alam adalah air,api,udara,bilangan, dan bahkan atom belaka (Demokratis). Atau pikiran filosof itu berpengaruh besar tehadap perkembangan dan kemajuan pikiran dan kebudayaan manusia dan masyarakat. Semakin rahasia dan hakikat alam diketahui, maka manusia semakin leluasa dalam menguasai dan manfaatkan alam. Ditunjang oleh kepadatan penduduk dunia dan menipisnya sumber daya alam, maka alam pikiran filosofis tadi berkembang menjadi  semakin ilmiah khusus, konkret, jelas dan pasti, sedemikian rupa sehingga lebih praktis, teknis, pragmatis dan fungsional. Alam pikiran ini berlatar depan menguasai alam sehingga dapat dilihat mulai abad ke 16 dan 17-an, ketika rasionalisme dan empirisme meletakkan batu pertma pengetahuan yang konkret, jelas dan pasti. Alampikiran fungsional ini, semakin berkembang di atas angin sampai pada abad dewasa ini. Paham-paham seperti positivisme, materaialisme dan pragmatism mendapat sambutan hangat dari sementara kelompok manusia (bangsa-bangsa) yang beralam pikiran murni sekuler dengan sistem kehidupan sosial feodalisme kapitalistik, yang secara tepat dapat memanfaatkannya.
Demikianlah apa yang diketengahkan di atas, sebenarnya adalah merupakan akibat dari pertumbuhan jumlah manusia yang semakin tidak seimbang dengan sumber daya alam yang tersedia. Dengan potensi sumber daya alam yang semakin menipis, manusia harus mengolah pikirannya secara intensif dan efektif untuk menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi guna melipat gandakan sumber daya alam demi kelangsungan hidup dan kehidupannya. Akibatnya, pengetahuan dan ilmu pengetahuan otomatis menjadi berkembang-kembang dalam jenis dan sifat yang semakin plural. Berbeda dengan dahulu, ketika antara jumlah penduduk dunia masih sebanding dengan potensi sumber daya alam, pikiran dan sikap hidup manusia masih sederhana. Dengan demikian kebutuhan hiduppun masih sederhana, dank arena itu manusia tidak perlu mengolah pikiran untuk menciptakan teknologi seperti itu. Dalam kondisi demikian, kebutuhan akan pengetahuan dan ilmu pengetahuan masih cukup sederhana baik jenis maupun sifatnya.
Kedua, berkaitan dengan kodrat ingin tahu manusia itu tadi, perkembangan ilmu pengetahuan juga dapat ditinjau dari jenis, bentuk dan sifat obyek materi yang menjadi sasaran ilmu pengetahuan itu sendiri.
Suatu obyek materi, terlepas apakah berupa benda material ataupun non-material (seperti pendapat-pendapat, ide-ide,paham-paham, dsb). Didalam dirinya  sendiri memiliki banyak segi. Ambillah contoh misalnya air. Tampaknya pengetahuan tentang air itu dapat dipahami secara jelas dan pasti.Akan tetapi, benarkah kita dapat mencapai pengetahuan tentang keairan hanya dengan mengetahui taraf persenyawaan antara unsure hidrogen dan oksigen saja ?. Lebih dari pada itu, hal-ikhwal tentang air teryata masih banyak seginya, terutama dalam hubungannya realitas alam semesta dan manusia. Air, jika ditinjau dari segi-segi sosial ekonomi, sosial budaya, sosial politik,hokum,fisika,biologi, keagamaan dan sebagainya tentu mengandung arti, kedudukan dan fungsi yang berbeda-beda.
Dari setiap segi yang tedapat pada obyek materi, adalah memungkinakan kelahiran suatu jenis ilmu pengetahuan. Jadi dengan demikian, sebenarnya di dalam diri suatu obyek materi mengandung potensi untuk menjadi bermacam-macam jenis ilmu pengetahuan yang jumlahnya tergantung kepada jenis dan jumlah segi yang ada di dalamnya.
Selanjutnya, segi-segi yang dimiliki banyak materi itu berkaitan erat dengan batas kemampuan manusia dalam rangka memahami kebenarannya. Oleh karena itu untuk kepentingan ini, segi-segi tersebut merupakan tahapan-tahapan sistematik cara-cara pendekatan atau metodologi dalam rangka mendapatkan kebenaran yang real, jelas dan pasti. Berdasarkan atas realitas obyektif yang demikian, maka ilmu pengetahuan cenderung semakin menjadi plural. Demikian pluralitas ilmu pengetahuan teryata ditentukan oleh macam-macam jenis segi yang ada di dalam obyek dan juga oleh keterbatasan manusia itu sendiri.
Demikianlah ilmu pengetahuan yang pada mulanya hanya ada satu, kemudian berkembang menjadi semakin plural naik secara kualitatif maupun secara  kuantitatif. Secara kualitatif ia berkembang dan filosofis menjadi teoritis ilmiah untuk kemudian semakin menjadi teknologis –praktis. Adapun secara kuantitatif, menjadi kelompok itu berkembang-kembang menjadi cabang-cabang dan ranting – rangting kecil seperti yang dapat dilihat pada kenyataan dewasa ini. Dan sekali lagi berkembangnya yang demikian adalah dilatar belakangi oleh usaha manusia dalam mencukupi kebutuhan hidupnya, seiring dengan kodrat manusia yang selalu ingin tahu secara jelas dan benar mengenai segala sesuatu.

1 komentar:

  1. manusia dituntuk untuk senangtiasa mencari llmu dikarenakan kebutuhan manusia dalam hidup, dan kekuatan manusia adalah ilmu

    BalasHapus