EKSISTENSI ILMU PENGETAHUAN
Pada mulanya ilmu pengetahuan itu hanya ada satu,
yaitu filsafat. Kenyataan ini bisa
dilihat pada predikat yang masih disandang sampai dewasa ini, yaitu filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan. Predikat yang demikian bukanlah diberikan
semaunya saja, melainkan memang mengandung arti bahwa pada induknya
(filsafat),ilmu pengetahuan itu mencakupi segala macam jenis obyek materi dalam
satu kesatuan. Keaneka ragaman obyek itu dipandang dari sudut yang sama, yaitu
sudut pandang atau obyek forma yang menyeluruh. Akibat dari padanya adalah
menghasilkan pengetahuan yang benar secara universal pula, jadi kebenaran
universal. Jadi pada mulanya, ilmu pengetahuan itu kepentingan hanya terhadap
pengetahuan yang benar secara universal mengenai segala sesuatu yang ada.
Bagi manusia pengetahuan yang demikian adalah
benar-benar merupakan suatu kebutuhan yang amat berguna. Adapaun kegunannya
adalah untuk memperluas pandangan atau wawasan yang kemudian dapat membentuk
suatu pandangan hidup atau filsafat hidup. Dengan filsafat hidup, maka manusia
berarti dapat memahami dirinya (substansinya)
dalam hidup dan kehidupannya. Jika demikian halnya, maka berarti manusia akan
lebih mengetahui tujuan hidup kemana ia harus mengarahkan hidup dan
kehidupannya itu. Dengan adanya tujuan hidup inilah manusia dapat menciptakan
pedoman hidup,sikap hidup, dan tingkah laku sehari-hari.
Akan tetapi, filsafat hidup itu seringkali justru
berbenturan dengan realitas kehidupan sehari-hari. Menolong orang lain adalah
suatu bentuk filsafat hidup yang baik. Tetapi teryata tidak setiap perilaku
menolong itu bisa membuahkan kebaikan. Karena bisa saja menolong justru
mengembangkan sifat pemalas. Kiranya, penerapan filsafat hidup itu harus
mempertimbangkan ketepatan sasaran obyek. Menolong orang lain harus
mempertimbangkan secara bijak, apakah orang lain itu memang memerlukan
pertolongan atau tidak. Jadi penerapan filsafat hidup seharusnya
mempertimbangkan relevansinya dengan keadaan nyata (realt condition), harus ada hubungan kausal.
Jadi dengan demikian dapatlah dipahami bahwa
sesungguhnya pengetahuan yang benar secara universal diperlukan oleh manusia
dalam rangka menentukan dasar dan tujuan hidup secara menyeluruh, yang bersifat
prinsipial dan cenderung tetap tidak berubah-ubah. Hal itu pengting agar
kehidupan manusia tidak terombang-ambingkan oleh pluralitas kebutuhan yang serba bergerak dan berubah-ubah setiap
hari.
Oleh sebab itu dapatlah disimpulkan bahwa di dalam
kehidupannya, manusia mutlak membutuhkan dua hal yaitu pengetahuan yang benar
secara umum universal dan sekaligus pengetahuan secara khusus parsial. Dengan
demikian mulai nampaklah duduk perkaranya mengapa ilmu pengetahuan itu
cenderung menjadi khusus dan terpecah-pecah serta praktik teknologi. Karena
pada dasarnya pengetahuan umum universal (philosopys)
teryata tidak mampu menjawab masalah-masalah konkret keseharian seperti
kebutuhan makanan, minuman, pakaian, perumahan dan peralatan hidup lainnya.
Adapun kebenaran mengenai kecenderungan pluralitas ilmu pengetahuan seperti apa
yang telah disimpulkan tersebut, dapat diterangkan secara lebih detail menurut
dua cara sebagai berikut.
Pertama, dapat ditinjau dari segi manusia sebagai ilmu pengetahuan itu sendiri, Di dalam diri
manusia terdapat suatu kodrat yaitu adanya kecenderungan ingin tahu. Kecenderungan ingin tahu tersebut adalah mengenai hal
apa saja secara benar dan jelas, mulai dari taraf yang paling abstrak, umum dan
universal sampai pada taraf yang khusus dan sekonkrit-konkritnya, mulai dari
paling filosofis, teoritis, sampai pada yang paling praktis dan teknis.
Kodrat manusia yang demikian itu sesuai benar dengan
perkembangan hidup dan kehidupannya. Pada mulanya, kebutuhan manusia itu
bersifat sangat sederhana, tetapi semakin lama semakin menjadi kompleks.
Apabila dahulu kebutuhan akan makanan, minuman, pakaian dan perumahan dapat
disediakan dengan cara bergantung sepenuhnya kepada alam dengan sumber dayanya,
tetapi teryata dalam perkembangan selanjutnya amat ditentukan oleh kemampuan
pemikiran dan kreativitas. Adapun kemampuan berpikir dan kreativitas yang
dimaksud adalah sejauh mana keberhasilan
membudidayakan alam yang sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kemudahan
bagi upaya mencukupi segala macam kebutuhan.
Jadi nampaklah adanya suatu dialektika di
dalam perkembangan hidup dan kehidupan manusia.Yaitu antara perkembangan
kebutuhan hidup dan perkembangan alam pikiran manusia itu sendiri.
Kebutuhan hidup manusia yang ternyata bergerak baik
secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Menuntut pengetahuan-pengetahuan
yang semakin plural dan berkembang semakin
metodologis sistematik.Lebih dari pada
itu, dari pengetahuan yang demikian selanjutnya ditingkatkan menjadi
pengetahuan-pengetahuan yang bersifat lebih teknis.
Kebutuhan akan pengetahuan yang demikian itu, lebih
jelas dapat dilihat pada sejarah perkembangan manusia. Pada mulanya alam
pikiran dan kebudayaan manusia itu mitologis.
Ketika itu, kehidupan manusia amat dimanjakan oleh alam dengan sumber dayanya
yang cukup melimpah. Karena itulah manusia memang masih terlalu sedikit.
Hubungan antara manusia dengan alamnya sangat erat dan akrab, bahkan tidak ada
jarak sama sekali. Suka manusia yang demikian itu disebabkan karena alam mampu
sepenuhnya menjadi tumpuan hidup dan kehidupannya. Terhadap keadaan ini para
ahli mempredikati bahwa manusia berada didalam alam, dalam artian tunduk dan
patuh terhadap alam dengan sumber dayanya dan hokum-hukumnya. Lihatlah pada
kehidupan primitif yang nomaden, dimana alam berkedudukan menentukan bagi
manusia, alam sebagai subyek.
Selanjutnya, ketika jumlah manusia semakin banyak,
manusia mulai bergeser pikirannya dan mulai mengambil jarak dengan alam.Alam
pikiran dan kebudayaan yang mitologis
berubah menjadi filosofis. Di dalam
alam pikiran yang demikian, alam dihadapi sebagai obyek, bukan sebagai subyek lagi.Manusia
mulai mencari rahasia-rahasia alam, apa yang menjadi inti atau hakikat alam itu
sebenarnya.Demikianlah ditemukan bahwa alam yang sebenarnya bukanlah sesuatu
yang begitu spiritual yang memilki
kekuatan hebat sehingga harus tunduk dan patuh terhadapnya, melainkan hanyalah
sesuatu yang material belaka yang berkedudukan di bawah manusia(manusia adalah
makhluk spiritual). Lihatlah perkembangan alam pikiran filosof Yunani kuno yang
pada umumnya menyimpulkan bahwa hakikat alam adalah air,api,udara,bilangan, dan
bahkan atom belaka (Demokratis). Atau
pikiran filosof itu berpengaruh besar tehadap perkembangan dan kemajuan pikiran
dan kebudayaan manusia dan masyarakat. Semakin rahasia dan hakikat alam
diketahui, maka manusia semakin leluasa dalam menguasai dan manfaatkan alam.
Ditunjang oleh kepadatan penduduk dunia dan menipisnya sumber daya alam, maka
alam pikiran filosofis tadi berkembang menjadi
semakin ilmiah khusus, konkret,
jelas dan pasti, sedemikian rupa sehingga lebih praktis, teknis, pragmatis dan
fungsional. Alam pikiran ini berlatar
depan menguasai alam sehingga dapat dilihat mulai abad ke 16 dan 17-an, ketika rasionalisme dan empirisme meletakkan batu pertma pengetahuan yang konkret, jelas
dan pasti. Alampikiran fungsional ini, semakin berkembang di atas angin sampai
pada abad dewasa ini. Paham-paham seperti positivisme, materaialisme dan
pragmatism mendapat sambutan hangat dari sementara kelompok manusia
(bangsa-bangsa) yang beralam pikiran murni sekuler dengan sistem kehidupan
sosial feodalisme kapitalistik, yang secara tepat dapat memanfaatkannya.
Demikianlah apa yang diketengahkan di atas, sebenarnya
adalah merupakan akibat dari pertumbuhan jumlah manusia yang semakin tidak
seimbang dengan sumber daya alam yang tersedia. Dengan potensi sumber daya alam
yang semakin menipis, manusia harus mengolah pikirannya secara intensif dan
efektif untuk menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi guna melipat gandakan
sumber daya alam demi kelangsungan hidup dan kehidupannya. Akibatnya,
pengetahuan dan ilmu pengetahuan otomatis menjadi berkembang-kembang dalam
jenis dan sifat yang semakin plural. Berbeda dengan dahulu, ketika antara
jumlah penduduk dunia masih sebanding dengan potensi sumber daya alam, pikiran
dan sikap hidup manusia masih sederhana. Dengan demikian kebutuhan hiduppun
masih sederhana, dank arena itu manusia tidak perlu mengolah pikiran untuk
menciptakan teknologi seperti itu. Dalam kondisi demikian, kebutuhan akan
pengetahuan dan ilmu pengetahuan masih cukup sederhana baik jenis maupun
sifatnya.
Kedua, berkaitan dengan kodrat ingin tahu manusia itu tadi,
perkembangan ilmu pengetahuan juga dapat ditinjau dari jenis, bentuk dan sifat
obyek materi yang menjadi sasaran ilmu pengetahuan itu sendiri.
Suatu obyek materi, terlepas apakah berupa benda
material ataupun non-material (seperti pendapat-pendapat, ide-ide,paham-paham,
dsb). Didalam dirinya sendiri memiliki
banyak segi. Ambillah contoh misalnya air. Tampaknya pengetahuan tentang air
itu dapat dipahami secara jelas dan pasti.Akan tetapi, benarkah kita dapat
mencapai pengetahuan tentang keairan hanya dengan mengetahui taraf persenyawaan
antara unsure hidrogen dan oksigen saja ?. Lebih dari pada itu, hal-ikhwal
tentang air teryata masih banyak seginya, terutama dalam hubungannya realitas
alam semesta dan manusia. Air, jika ditinjau dari segi-segi sosial ekonomi,
sosial budaya, sosial politik,hokum,fisika,biologi, keagamaan dan sebagainya
tentu mengandung arti, kedudukan dan fungsi yang berbeda-beda.
Dari setiap segi yang tedapat pada obyek materi,
adalah memungkinakan kelahiran suatu jenis ilmu pengetahuan. Jadi dengan
demikian, sebenarnya di dalam diri suatu obyek materi mengandung potensi untuk
menjadi bermacam-macam jenis ilmu pengetahuan yang jumlahnya tergantung kepada
jenis dan jumlah segi yang ada di dalamnya.
Selanjutnya, segi-segi yang dimiliki banyak materi itu
berkaitan erat dengan batas kemampuan manusia dalam rangka memahami
kebenarannya. Oleh karena itu untuk kepentingan ini, segi-segi tersebut
merupakan tahapan-tahapan sistematik cara-cara pendekatan atau metodologi dalam
rangka mendapatkan kebenaran yang real, jelas dan pasti. Berdasarkan atas
realitas obyektif yang demikian, maka ilmu pengetahuan cenderung semakin
menjadi plural. Demikian pluralitas ilmu pengetahuan teryata ditentukan oleh macam-macam
jenis segi yang ada di dalam obyek dan juga oleh keterbatasan manusia itu
sendiri.
Demikianlah
ilmu pengetahuan yang pada mulanya hanya ada satu, kemudian berkembang menjadi
semakin plural naik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Secara kualitatif ia berkembang dan filosofis menjadi teoritis ilmiah
untuk kemudian semakin menjadi teknologis –praktis. Adapun secara kuantitatif, menjadi kelompok itu
berkembang-kembang menjadi cabang-cabang dan ranting – rangting kecil seperti
yang dapat dilihat pada kenyataan dewasa ini. Dan sekali lagi berkembangnya
yang demikian adalah dilatar belakangi oleh usaha manusia dalam mencukupi
kebutuhan hidupnya, seiring dengan kodrat manusia yang selalu ingin tahu secara
jelas dan benar mengenai segala sesuatu.
manusia dituntuk untuk senangtiasa mencari llmu dikarenakan kebutuhan manusia dalam hidup, dan kekuatan manusia adalah ilmu
BalasHapus