Kamis, 10 Januari 2013

Filsafat Ilmu dan Filsafat Akademik


Filsafat hidup dan filsafat akademik
Jika filsafat itu sendiri dijadikan obyek pemikiran, setidaknya ada dua sisi penting di dalamnya yaitu sisi fungsi dan artinya bagi manusia.Dari sisi pertama menunjuk adanya suatu filsafat  hidup, sedangkan pada sisi kedua mengandung arti keilmuan yang kemudian dapat di sebut sebagai filsafat akademik.
1.     Filsafat Hidup
                   Sering dikenal sebagai way of life atau pedoman hidup yang kemudian membentuk cara hidup yang mendasarkan diri pada suatu paham untuk mencapai tujuan hidup.
                   Adapun dasar atau sumber filsafat hidup itu adalah paham-paham atau aliran-aliran yang bersumber dari agama-agama, kepercayaan-kepercayaan.Kebudayaan dan adat istiadat yang berlaku dan yang hidu. Misalnya ada filsafat hidup orang Bugis – Makassar, orang jawa, bangsa Indonesia dan sebagainya.
          Dari filsafat hidup menimbulkan sikap dan cara hidup yang pada gilirannya dapat membentuk tingkah laku teratur dan konsisten, penuh segala konsekwensi agar kemudian sampai pada tujuan hidup yaitu kebahagiaan hidup.
          Selanjutnya, suatu filsafat hidup dapat dikembangkan dari dan dengan cara keyakinan.Di sini tidak ada teori apapun kecuali langsung melakukan penghayatan atas pedoman-pedoman atau norma-norma yang telah diyakini kebenarannya. Dalam penghayatan ini tidak ada kritik apapun kecuali ketaatan dan kepatuhan menjalankan prinsip-prinsip hidup yang telah diyakini.
          Oleh karenanya, filsafat hidup biasanya bersifat tertutup. Dari sinilah ideologi suatu bangsa muncul untuk selanjutnya dapat membentuk suatu nasionalisme emosional.Seperti Naziisme,Shintoisme.Pancasila-isme dan sebagainya.


2.     Filsafat Akademik
      Berbeda hanya dengan filsafat hidup, filsafat akademik mempelajari obyek menurut cara pandang, metode dan system tertentu untuk mencapai kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian jelaslah apa menjadi sasaran filsafat akademik adalah pengetahuan hakiki  mengenai hal atau barang sesuatu.Pengetahuan demikian, selanjutnya menjadi dasar perilaku etis dan sangat berguna bagi penentuan pedoman atau dasar untuk berbuat yang benar, agar kebenaran sejati dapat diaktualisasikan. Perlu diketahui bahwa kebenaran demikian adalah kondisi mutlak bagi terselenggaranya etika kehidupan berupa kebahagiaan hidup.
      Selain itu, filsafat akademik bersifat terbuka. Oleh karena itu hal-hal seperti pembuktiaan, verifikasi, kritik dan sebagainya adalah sah-sah saja.Langkah-langkah ini semua justru disebabkan oleh fakta keterbatasan akal ratio dan bervariasinya pengalaman hidup manusia. Tidak seperti filsafat hidup, filsafat akademik bisa sifat keterbukaan itu mengakibatkan filsafat akademik cenderung untuk bertanya secara terus menerus, sampai pertayaan itu sedapat mungkin bisa diberikan jawabannya.Apa yang dapat diharapkan dari sikap kritik itu, tidak lain adalah dapat terbukanya rahasia yang mebungkus realitas ini, sehingga segala sesuatunya menjadi gamblang.
                Kemudian filsafat akademik tidak hanya sampai pada taraf berpikir ilmiah saja, melainkan lebih dari pada itu tertuju kepada pemikiran radikal , untuk kemudian sampai pada pengetahuan yang hakiki artinya, tidak hanya melalui satu cara pandang, metoda dan sistem saja, melainkan secara komprehensip menyuluruh. Artinya, dalam rangka mendapatkan pengetahuan hakiki itu, setiap cara pandang, metoda dan sistem itu dikaitkan secara integral dan dikerjakan secara sinergik dan konsisten. Dari sini tampaklah bahwa tugas filsafat adalah memberikan kritik secara radikal. C.A. Van Peursen menggambarkan filsafat sebagai seni bertanya, filsafat tidak merumuskan jawaban, tetapi merumuskan pertayaan-pertayaan. D.C.Mulder menjelaskan bahwa filsafat adalah berpikir ilmiah , tetapi tidak setiap pemikiran ilmiah itu filsafat.            
    


Selasa, 08 Januari 2013

Eksistensi Ilmu Pengetahuan

EKSISTENSI ILMU PENGETAHUAN
Pada mulanya ilmu pengetahuan itu hanya ada satu, yaitu filsafat. Kenyataan ini bisa dilihat pada predikat yang masih disandang sampai dewasa ini, yaitu filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan. Predikat yang demikian bukanlah diberikan semaunya saja, melainkan memang mengandung arti bahwa pada induknya (filsafat),ilmu pengetahuan itu mencakupi segala macam jenis obyek materi dalam satu kesatuan. Keaneka ragaman obyek itu dipandang dari sudut yang sama, yaitu sudut pandang atau obyek forma yang menyeluruh. Akibat dari padanya adalah menghasilkan pengetahuan yang benar secara universal pula, jadi kebenaran universal. Jadi pada mulanya, ilmu pengetahuan itu kepentingan hanya terhadap pengetahuan yang benar secara universal mengenai segala sesuatu yang ada.
Bagi manusia pengetahuan yang demikian adalah benar-benar merupakan suatu kebutuhan yang amat berguna. Adapaun kegunannya adalah untuk memperluas pandangan atau wawasan yang kemudian dapat membentuk suatu pandangan hidup atau filsafat hidup. Dengan filsafat hidup, maka manusia berarti dapat memahami dirinya (substansinya) dalam hidup dan kehidupannya. Jika demikian halnya, maka berarti manusia akan lebih mengetahui tujuan hidup kemana ia harus mengarahkan hidup dan kehidupannya itu. Dengan adanya tujuan hidup inilah manusia dapat menciptakan pedoman hidup,sikap hidup, dan tingkah laku sehari-hari.
Akan tetapi, filsafat hidup itu seringkali justru berbenturan dengan realitas kehidupan sehari-hari. Menolong orang lain adalah suatu bentuk filsafat hidup yang baik. Tetapi teryata tidak setiap perilaku menolong itu bisa membuahkan kebaikan. Karena bisa saja menolong justru mengembangkan sifat pemalas. Kiranya, penerapan filsafat hidup itu harus mempertimbangkan ketepatan sasaran obyek. Menolong orang lain harus mempertimbangkan secara bijak, apakah orang lain itu memang memerlukan pertolongan atau tidak. Jadi penerapan filsafat hidup seharusnya mempertimbangkan relevansinya dengan keadaan nyata (realt condition), harus ada hubungan kausal.
Jadi dengan demikian dapatlah dipahami bahwa sesungguhnya pengetahuan yang benar secara universal diperlukan oleh manusia dalam rangka menentukan dasar dan tujuan hidup secara menyeluruh, yang bersifat prinsipial dan cenderung tetap tidak berubah-ubah. Hal itu pengting agar kehidupan manusia tidak terombang-ambingkan oleh pluralitas kebutuhan yang serba bergerak dan berubah-ubah setiap hari.
Oleh sebab itu dapatlah disimpulkan bahwa di dalam kehidupannya, manusia mutlak membutuhkan dua hal yaitu pengetahuan yang benar secara umum universal dan sekaligus pengetahuan secara khusus parsial. Dengan demikian mulai nampaklah duduk perkaranya mengapa ilmu pengetahuan itu cenderung menjadi khusus dan terpecah-pecah serta praktik teknologi. Karena pada dasarnya pengetahuan umum universal (philosopys) teryata tidak mampu menjawab masalah-masalah konkret keseharian seperti kebutuhan makanan, minuman, pakaian, perumahan dan peralatan hidup lainnya.
Adapun kebenaran mengenai kecenderungan pluralitas ilmu pengetahuan seperti apa yang telah disimpulkan tersebut, dapat diterangkan secara lebih detail menurut dua cara sebagai berikut.
Pertama, dapat ditinjau dari segi manusia sebagai ilmu pengetahuan itu sendiri, Di dalam diri manusia terdapat suatu kodrat yaitu adanya kecenderungan ingin tahu. Kecenderungan ingin tahu tersebut adalah mengenai hal apa saja secara benar dan jelas, mulai dari taraf yang paling abstrak, umum dan universal sampai pada taraf yang khusus dan sekonkrit-konkritnya, mulai dari paling filosofis, teoritis, sampai pada yang paling praktis dan teknis.
Kodrat manusia yang demikian itu sesuai benar dengan perkembangan hidup dan kehidupannya. Pada mulanya, kebutuhan manusia itu bersifat sangat sederhana, tetapi semakin lama semakin menjadi kompleks. Apabila dahulu kebutuhan akan makanan, minuman, pakaian dan perumahan dapat disediakan dengan cara bergantung sepenuhnya kepada alam dengan sumber dayanya, tetapi teryata dalam perkembangan selanjutnya amat ditentukan oleh kemampuan pemikiran dan kreativitas. Adapun kemampuan berpikir dan kreativitas yang dimaksud adalah sejauh mana keberhasilan membudidayakan alam yang sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kemudahan bagi upaya mencukupi segala macam kebutuhan.     
       Jadi nampaklah adanya suatu dialektika di dalam perkembangan hidup dan kehidupan manusia.Yaitu antara perkembangan kebutuhan hidup dan perkembangan alam pikiran manusia itu sendiri.
Kebutuhan hidup manusia yang ternyata bergerak baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Menuntut pengetahuan-pengetahuan yang semakin plural dan berkembang semakin metodologis sistematik.Lebih dari  pada itu, dari pengetahuan yang demikian selanjutnya ditingkatkan menjadi pengetahuan-pengetahuan yang bersifat lebih teknis.
Kebutuhan akan pengetahuan yang demikian itu, lebih jelas dapat dilihat pada sejarah perkembangan manusia. Pada mulanya alam pikiran dan kebudayaan manusia itu mitologis. Ketika itu, kehidupan manusia amat dimanjakan oleh alam dengan sumber dayanya yang cukup melimpah. Karena itulah manusia memang masih terlalu sedikit. Hubungan antara manusia dengan alamnya sangat erat dan akrab, bahkan tidak ada jarak sama sekali. Suka manusia yang demikian itu disebabkan karena alam mampu sepenuhnya menjadi tumpuan hidup dan kehidupannya. Terhadap keadaan ini para ahli mempredikati bahwa manusia berada didalam alam, dalam artian tunduk dan patuh terhadap alam dengan sumber dayanya dan hokum-hukumnya. Lihatlah pada kehidupan primitif yang nomaden, dimana alam berkedudukan menentukan bagi manusia, alam sebagai subyek.
Selanjutnya, ketika jumlah manusia semakin banyak, manusia mulai bergeser pikirannya dan mulai mengambil jarak dengan alam.Alam pikiran dan kebudayaan yang mitologis berubah menjadi filosofis. Di dalam alam pikiran yang demikian, alam dihadapi sebagai obyek, bukan sebagai subyek lagi.Manusia mulai mencari rahasia-rahasia alam, apa yang menjadi inti atau hakikat alam itu sebenarnya.Demikianlah ditemukan bahwa alam yang sebenarnya bukanlah sesuatu yang begitu spiritual  yang memilki kekuatan hebat sehingga harus tunduk dan patuh terhadapnya, melainkan hanyalah sesuatu yang material belaka yang berkedudukan di bawah manusia(manusia adalah makhluk spiritual). Lihatlah perkembangan alam pikiran filosof Yunani kuno yang pada umumnya menyimpulkan bahwa hakikat alam adalah air,api,udara,bilangan, dan bahkan atom belaka (Demokratis). Atau pikiran filosof itu berpengaruh besar tehadap perkembangan dan kemajuan pikiran dan kebudayaan manusia dan masyarakat. Semakin rahasia dan hakikat alam diketahui, maka manusia semakin leluasa dalam menguasai dan manfaatkan alam. Ditunjang oleh kepadatan penduduk dunia dan menipisnya sumber daya alam, maka alam pikiran filosofis tadi berkembang menjadi  semakin ilmiah khusus, konkret, jelas dan pasti, sedemikian rupa sehingga lebih praktis, teknis, pragmatis dan fungsional. Alam pikiran ini berlatar depan menguasai alam sehingga dapat dilihat mulai abad ke 16 dan 17-an, ketika rasionalisme dan empirisme meletakkan batu pertma pengetahuan yang konkret, jelas dan pasti. Alampikiran fungsional ini, semakin berkembang di atas angin sampai pada abad dewasa ini. Paham-paham seperti positivisme, materaialisme dan pragmatism mendapat sambutan hangat dari sementara kelompok manusia (bangsa-bangsa) yang beralam pikiran murni sekuler dengan sistem kehidupan sosial feodalisme kapitalistik, yang secara tepat dapat memanfaatkannya.
Demikianlah apa yang diketengahkan di atas, sebenarnya adalah merupakan akibat dari pertumbuhan jumlah manusia yang semakin tidak seimbang dengan sumber daya alam yang tersedia. Dengan potensi sumber daya alam yang semakin menipis, manusia harus mengolah pikirannya secara intensif dan efektif untuk menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi guna melipat gandakan sumber daya alam demi kelangsungan hidup dan kehidupannya. Akibatnya, pengetahuan dan ilmu pengetahuan otomatis menjadi berkembang-kembang dalam jenis dan sifat yang semakin plural. Berbeda dengan dahulu, ketika antara jumlah penduduk dunia masih sebanding dengan potensi sumber daya alam, pikiran dan sikap hidup manusia masih sederhana. Dengan demikian kebutuhan hiduppun masih sederhana, dank arena itu manusia tidak perlu mengolah pikiran untuk menciptakan teknologi seperti itu. Dalam kondisi demikian, kebutuhan akan pengetahuan dan ilmu pengetahuan masih cukup sederhana baik jenis maupun sifatnya.
Kedua, berkaitan dengan kodrat ingin tahu manusia itu tadi, perkembangan ilmu pengetahuan juga dapat ditinjau dari jenis, bentuk dan sifat obyek materi yang menjadi sasaran ilmu pengetahuan itu sendiri.
Suatu obyek materi, terlepas apakah berupa benda material ataupun non-material (seperti pendapat-pendapat, ide-ide,paham-paham, dsb). Didalam dirinya  sendiri memiliki banyak segi. Ambillah contoh misalnya air. Tampaknya pengetahuan tentang air itu dapat dipahami secara jelas dan pasti.Akan tetapi, benarkah kita dapat mencapai pengetahuan tentang keairan hanya dengan mengetahui taraf persenyawaan antara unsure hidrogen dan oksigen saja ?. Lebih dari pada itu, hal-ikhwal tentang air teryata masih banyak seginya, terutama dalam hubungannya realitas alam semesta dan manusia. Air, jika ditinjau dari segi-segi sosial ekonomi, sosial budaya, sosial politik,hokum,fisika,biologi, keagamaan dan sebagainya tentu mengandung arti, kedudukan dan fungsi yang berbeda-beda.
Dari setiap segi yang tedapat pada obyek materi, adalah memungkinakan kelahiran suatu jenis ilmu pengetahuan. Jadi dengan demikian, sebenarnya di dalam diri suatu obyek materi mengandung potensi untuk menjadi bermacam-macam jenis ilmu pengetahuan yang jumlahnya tergantung kepada jenis dan jumlah segi yang ada di dalamnya.
Selanjutnya, segi-segi yang dimiliki banyak materi itu berkaitan erat dengan batas kemampuan manusia dalam rangka memahami kebenarannya. Oleh karena itu untuk kepentingan ini, segi-segi tersebut merupakan tahapan-tahapan sistematik cara-cara pendekatan atau metodologi dalam rangka mendapatkan kebenaran yang real, jelas dan pasti. Berdasarkan atas realitas obyektif yang demikian, maka ilmu pengetahuan cenderung semakin menjadi plural. Demikian pluralitas ilmu pengetahuan teryata ditentukan oleh macam-macam jenis segi yang ada di dalam obyek dan juga oleh keterbatasan manusia itu sendiri.
Demikianlah ilmu pengetahuan yang pada mulanya hanya ada satu, kemudian berkembang menjadi semakin plural naik secara kualitatif maupun secara  kuantitatif. Secara kualitatif ia berkembang dan filosofis menjadi teoritis ilmiah untuk kemudian semakin menjadi teknologis –praktis. Adapun secara kuantitatif, menjadi kelompok itu berkembang-kembang menjadi cabang-cabang dan ranting – rangting kecil seperti yang dapat dilihat pada kenyataan dewasa ini. Dan sekali lagi berkembangnya yang demikian adalah dilatar belakangi oleh usaha manusia dalam mencukupi kebutuhan hidupnya, seiring dengan kodrat manusia yang selalu ingin tahu secara jelas dan benar mengenai segala sesuatu.

Senin, 07 Januari 2013

Ilmu dan Pengetahuan



MASALAH PENGETAHUAN

A.  Apakah  pengetahuan  itu
Pengetahuan kata dasarnya tahu,mendapatkan pe dan an. Yang menunjukkan adanya proses mengetahui yang kemudian menghasilkan sesuatu yang disebut pengetahuan. Sebagai salah satu bidang filsafat, masalah ini dipersoalkan secara khusus di dalam epistemologi, yang berasal dari bahasa Yunani epistime yang berarti pengetahuan.
Adapun pengetahuan itu adalah sesuatu yang ada sebagai sebuah keniscayaan pada diri manusia. Keberadaanya berawal dari kecenderungan psikhis manusia sebagai bawaan kodrati yaitu dorongan ingin tahu yang bersumber dari keinginan atau kemauan.Sedangkan keinginan adalah unsur kekuatan jiwa, sebagai bagian dari tripotensi kejiwaan berupa akal pikiran (ratio), perasaan (emotion/feeling) dan keinginan (will). Ketiganya berada dalam satu kesatuan, dan secara terbuka bekerja saling mempengaruhi, menurut situasi dan keadaan. Artinya, dalam keadaan tertentu pikiran atau perasaan bisa lebih dominan.Konsekwensinya, maka ada pengetahuan akal (logika), perasaan (estetika), dan keinginan (moral). Akan tetapi idealnya pengetahaun seharusnya mengandung kebenaran sesuai dengan prinsip akal, perasaan dan keinginan. Dengan kata lain , pengetahuan  yang benar haruslah dapat diterima dengan akal sekaligus diterima oleh perasaan dan keinginan.
Kenyataanya, manusia dapat meraih pengetahuan tidaklah dengan serta merta. Hal ini justru disebabkan karena keterbatasan kemampuan manusia itu sendiri.Oleh karenanya, maka pengetahuan diperoleh menurut proses yang kiranya dapat diterangkan sebagai berikut ini.
Pada mulanya, manusia berada dalam kondisi tidak tahu apa-apa.Meskipun peryataan ini meragukan, tetapi marilah kita sepakati terlebih dahulu.Katakanlah ketika manusia itu masih dalam keadaan sebagai bayi atau kanak-kanak.Ia sekolah hanya bisa percaya dan menerima apa saja dari orang tua sebagai kebenaran. Selanjutnya setelah potensi psikis berkembang pada titik kesadaran tertentu, barulah ada di dalam keadaan kagum dan heran. Dengan perasaan kagum dan heran ini, manusia mulai meragukan apa saja baik itu benar ataupun salah. Dari sini muncullah dorongan ingin tahu secara benar dan pasti mengenai barang sesuatu sehingga bisa memuaskan. Itu adalah langkah terakhir yang disebut kepastian.
Adapun dorongan ingin tahu untuk sampai pada taraf kepastian itu, terangkum di dalam 4 (empat) pertayaan ilmiah, yaitu : apa, mengapa bagaimana dan kemana. Dengan ke empat pertayaan ilmiah itu, persoalan mengenai apa yang dimaksud dengan pengetahuan yang pasti benar menjadi jelas.
Pertayaan apa, menuntut jawaban berupa essensi/subtansi atau diri (hakikat). Obyek yang ingin diketahui.Misalnya,apakah ini ? itu adalah air. Jawaban ini menjelaskan bahwa barang sesuatu itu bersubtansi atau tergolong ke dalam dari atau berhakikat air, bukan yang lain.Pertayaan ini menduduki tahap pertama dalam proses terjadi pengetahuan.
Selanjutnya pertayaan mengapa,menuntut jawaban berupa sebab musabab (causalities) bagi adanya barang sesuatu sebagai obyek. Misalnya mengenai air tadi, dapat diterangkan sebab-musab adanya dengan banyak cara. Salah satu diantaranya seperti yang dijelaskan oleh para ahli fisika/kimia, sebagai berasal mula dari persenyawaan antara zat hidrogen dan oksigen dalam perbandingan dua banding satu.
Berikut mengenai pertayaan bagaimana. Apa yang dituntut dari pertayaan ini adalah pengetahuan mengenai halikwal yang bersangkutan dengan keberadaan barang sesuatu. Misalnya mengenai cara-cara beradanya, jenis, bentuk dan sifat-sifatnya pada contoh air tadi, bisa berada dengan cara hujan, dengan menggali sumber dan sebagainya, lalu disebut sebagai berjenis air hujan, air sumur dan sebagainya. Adapun mengenai bentuk sifat-sifatnya adalah sebagai zat cair (bukan zat atau gas dan lain-lain).
Sedangkan pertayaan kemana, menuntut jawaban berupa tujuan (tellos), bisa juga kegunaan (utility) atau fungsi. Contoh mengenai air tadi berguna dan berfungsi sebagai adanya hidup akan kehidupan di bumi ini.
Jadi dengan  ke-empat ilmiah tadi secara umum diperoleh pengetahuan dasar mengenai identitas obyek.Sehingga dengan demikian tidak akan ada kesimpang-siuran pengetahuan mengenai suatu obyek dengan obyek-obyek lain.Khususnya dalam hal obyek yang berbeda-beda tetapi dalam satu jenis.

 Adapun mengenai masalah yang bersangkutan dengan persoalan apakah pengetahuan, masih ada satu hal lagi, yaitu mengenai masalah hal apa saja yang harus diketahui. Apa yang ingin diketahui adalah obyek-obyek apa saja dalam wujud keberadaan yang bagaiamanapun jika disebutkan, obyek pengetahuan itu bisa berupa benda – benda mati (padat,cair dan gas), benda – benda hidup (vegativa dan zoologia), manusia (human being) dan bahkan Tuhan Sang Pencipta sendiri. Dari sini terlihat bahwa dorongan ingin tahu itu tidak terbatas pada apakah hal sesuatu(obyek) itu dapat diketahui secara pasti atau tidak.
B.    Mengapa pengetahuan itu ada
Persoalan ini dapat dikembalikan kepada pendukung (subject) pengetahuan itu sendiri, yaitu  manusia. Seperti telah disinggung di atas bahwa di dalam manusia terdapat sifat kodrat berupa kecendurungan ingin tahu. Tegasnya ingin tahu mengenai apa saja, dalam taraf yang bagaimana secara terus-menerus.
Pada sisi lain, manusia itu hidup dan berkehidupan. Banyak masalah yang terkandung di dalamnya, di mana hal ini justru sebagai konsekuensi dari adanya tujuan hidup itu sendiri. Oleh sebab itu, dalam rangka pencapaian tujuan hidup inilah semua masalah itu perlu dipecahkan satu persatu. Pemecahan masalah-masalah ini penting agar kebutuhan-kebutuhan hidup yang relevan dengan tujuan hidup dapat pula satu persatu disediakan. Untuk memecahkan masalah-masalah diperlukan pemikiran-pemikiran dan pengalaman yang cukup. Dari dialetika pemikiran dan pengalaman itulah secara dialetik pula pengetahuan lahir dan berkembang jadi Nampak jelas bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang mutlak perlu bagi manusia.
Menjadi lebih jelaslah kiranya jika diterangkan dengan cara sebaliknya. Bagaimana seandainya tidak mengupayakan adanya pengetahuan ? apakah ia cukup hanya dengan instingnya saja bisa hidup ? jika dijawab ya, maka apa bedanya dengan binatang ?
Jadi sebenarnya hal yang menentukan bagi adanya pengetahuan itu adalah tripotensi kejiwaan manusia itu sendiri. Yaitu cipta / pikiran, rasa dan karsa / kemauan. Cipta berperang sebagai alat atau cara untuk memecahkan persoalan, sedangkan rasa lebih berperang sebagai penghalus sikap dan perilaku sehingga substansi persoalan dapat dipecahkan, dan karsa sebagai pembangkit semangat sehingga kelangsungan upaya pemecahan masalah tidak terhenti. Maka dengan pengetahuan manusia bisa mempertahakan dan mengembangkan hidup dan kehidupannya demi tercapaianya tujuan hidup.
Mengenai sebab-musabab pengetahuan, juga bersangkutan erat dengan maslah sumber-sumber pengetahuan. Dikenal ada beberapa sumber, yaitu 1) Kepercayaan berdasarkan tradisi, adat istiadat dan agama 2) Kesaksian orang lain 3) Panca indera (pengalaman),4) Akal pikiran 5) Intuisi.
Sumber pertama (kepercayaan berdasarkan tradisi, adat dan agama), adalah merupakan warisan masa lalu, warisan nenek moyang.Biasanya sumber ini berbentuk norma-norma atau kaidah-kaidah yang berlaku didalam hidup sehari-hari. Didalam norma-norma atau kaidah-kaidah itu terkandung pengetahuan yang kebenarannya kadang tidak dapat dibuktikan dengan jelas, akan tetapi sulit diganggu-gugat dan kritik. Jadi harus diikuti begitu saja.Jika dipertanyakan mengapa bagi muslim harus menghadap kea rah kiblat ketika sholat,ziarah ke makam,dan sebagainya, maka tidak ada jawaban lain kecuali begitulah adat dan kepercayaanya. Demikian masih banyak contoh hal-hal bertebaran di dalam hidup sehari-hari yang bersumber dan adat istiadat, kepercayaan dan agama-agama yang hidup di dalam masyarakat yang berbeda-beda.
Sumber kedua, kesaksian orang lain yang berdasarkan otoritas, juga masih diwarnai oleh kepercayaan kepada orang lain,guru,ulama,orang yang dituakan dan sebagainya. Semua apa yang mereka katakana benar atau salah,baik atau buruk pada umumnya diikuti dan dijalankan begitu saja.Karena kebanyakan orang telah mempercayai mereka sebagai orang-orang yang berpengetahuan lebih luas dan benar.Boleh jadi sumber pengetahuan ini mengandung kebenaran, tetapi persoalannya terletak pada apakah orang-orang itu bisa dipercaya atau tidak. Lebih dari pada itu apakah kesaksian pengetahuannya itu sebagai hasil pemikiran,penelitian atau pengalaman yang benar atau tidak. Jika kesaksiannya adalah merupakan kebohongan, maka hal ini akan membahayakan kehidapan manusia dan masyarakat itu sendiri.
Selanjutnya mengenai sumber ketiga pengalaman inderawi.Sejauh manakah tingkat kebenarannya ? bagi manusia pengalaman inderawi adalah shalat vital bagi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan mata,telinga,hidung, lidah dan kulit orang bisa menyaksikan secara langsung kebenaran mengenai suatu obyek secara langsung.

Tetapi, apakah daya kemampuan panca indera dalam menangkap kebenaran obyek bisa dipercaya dan diyakini ? bukanlah kita sering tertipu dengan kesaksian-kesaksian indera ? Lihatlah peristiwa-peristiwa seperti gaung,ilusi,halusinasi,fatamorgana,tangis, atau tawa seseorang dan sebagainya,seringkali menipu daya indera kita. Karena sesungguhnya kemampuan pancaindera itu amat terbatas. Terbatas hanya kepada obyek-obyek yang menampak (appearance being) dan yang fisis atau yang terlihat,terdengar,tercium,tercecap dan terasa saja.Kecuali itu kenyataanya ada obyek yang sebenarnya (actual being) tersirat di dalam yang fakta inderawi itu. Kenyataanya banyak orang yang tersesakdan celaka karena keputusan dan penilainaan yang diberikan menurut penginderaan peristiwa alam dan ulah orang seorang itu salah.Oleh sebab  itu kemampuan pancaindera sering diragukan kebenarannya.Pepatah dalam bahasa inggris mengatakan appearances are deceiving (apa yang menampak tidak selalu dipercaya).
Sumber ke-empat yaitu akal pikiran.Berbeda dengan pancaindera, akal pikiran memiliki sifat yang lebih rohani. Karena itu lingkupan kemampuannya melebihi pancaindera, menembus sampai kepada hal-hal yang metafisis. Kalau pancaindera hanya mampu menangkap hal-hal yang fisis, yang satu persatu dan berubah-ubah. Maka akal pikiran mampu menangkap hal-hal yang spiritual, yang seragam dan yang tetap tidak berubah-ubah. Oleh sebab itu akal pikiran senantiasa meragukan pengetahuan semu dan menyesatkan.
Singkatnya akal pikiran cenderung memberikan pengetahuan yang lebih umum,obyektif dan pasti yang sifatnya tidak berubah-ubah.Sehingga dengan demikian dapat diyakini kebenarannya, meskipun bersifat apriorik-deduktif. Misalnya jika semua orang makan daging, dan Si A adalah manusia, maka si A pasti makan daging. Hasil pengetahuan dari cara berpikir silogistik ini, keberanannya tidak bisa dibantah lagi karena bersifat pasti, meskipun deduktif. Akan tetapi kalau secara factual teryata ada satu orang saja yang teryata memang tidak makan daging, maka kemampuan pikiran silogistik itu tidak bisa berbicara banyak mengenai kebenaran.
Sumber ke-lima yaitu intuisi, adalah merupakan gerak hati yang paling dalam jadi sangat bersifat rohani, melampaui ambang batas akal pikiran. Pengetahuan yang bersumber dari intuisi, adalah merupakan pengalaman batin yang bersifat langsung. Artinya tanpa melalui sentuhan indera ataupun olahan akal pikiran. Ketika dengan serta-merta seorang memutuskan untuk berbuat atau tidak berbuat dengan tanpa alas an yang jelas, maka ia berada dalam pengetahuan yang intutif. Dengan demikian, pengetahuan ini kebenarannya tidak dapat diuji baik menurut pengalaman inderawi maupun akal pikiran. Karena itu tidak bisa berlaku umum, hanya berlaku secara individual belaka.
Dari kelima sumber tersebut, memberikan gambaran umum mengenai sebab-musabab adanya pengetahuan yang kiranya dapat disederhanakan sebagai berikut :
Pada mulanya pengetahuan didapatkan dengan cara percaya. Yaitu percaya kepada adat-istiadat, agama-agama dan kesaksian orang lain.Selanjutnya, melalui kemampuan panca indera / pengalaman kepercayaan itu mulai di ragu kan kebenaranya.Ketika akal pikiran mulai bekerja, maka mulai ada perkiraan, yaitu ketika faktor-faktor yang mengiyakan atau menidakkan mulai berat sebelah. Begitu seterusnya apabila berat sebelahnya semakin menjadi nyata, maka kemudian berturut-turut menjadi pendapat,kepastian,dan keyakinan.